Rabu, 28 Januari 2009

Kesempatan & Pilihan


Bertemu adalah kesempatan, mencintai adalah pilihan...

Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai, Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, Itulah kesempatan..
Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, Itu bukan pilihan, itu kesempatan.. .
Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, Itupun adalah kesempatan..

Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan segala kekurangannya, Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan...
Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi, Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya, daripada pasanganmu, Dan tetap memilih untuk mencintainya, Itulah pilihan...
Perasaan cinta, simpatik, tertarik, Datang bagai kesempatan pada kita. Tetapi Cinta sejati yang abadi adalah Pilihan.... Pilihan yang kita lakukan...


Berbicara tentang pasangan jiwa, Ada suatu kutipan yang mungkin sangat tepat :
"... Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil.. "
Pasangan jiwa bisa benar-benar ada. Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang Yang diciptakan hanya untukmu..
Tetapi tetap berpulang padamu, Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya atau tidak...
Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita, Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita, Adalah pilihan yang harus kita lakukan..
Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai, TETAPI untuk... Belajar mencintai orang yang tidak sempurna, Dengan cara yang sempurna...^ ^

While you are reading this page, if someone appears in your mind, then.. " You Are In Love With That Person..." (unknwon).

sumber: renungan harian

Memaafkan..........

Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir: "Hari ini, sahabat terbaikku menampar pipiku."

Mereka terus berjalan sampai akhirnya menemukan sebuah oasis. Mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, tapi dia berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: "Hari ini, sahabat terbaikku menyelamatkan nyawaku."

Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir dan sekarang menuliskan ini di batu?" Sambil tersenyum temannya menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan itu. Dan bila sesuatu yang luar biasa baik terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar takkan pernah bisa hilang tertiup angin."

Dalam hidup ini ada kalanya kita dan orang terdekat kita berada dalam situasi yang sulit, yang kadang menyebabkan kita mengatakan atau melakukan hal-hal yang menyakiti satu sama lain. Juga terjadinya beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum kita menyesal di kemudian hari, cobalah untuk saling memaafkan dan melupakan masa lalu.

sumber: renungan harian

Rabu, 21 Januari 2009

Thanks for being my Friends

Sewaktu kita duduk di taman kanak-kanak, kita berpikir kalau seorang teman yang baik adalah teman yang meminjamkan krayon warna merah ketika yang ada hanyalah krayon warna hitam.

Di sekolah dasar, kita lalu menemukan bahwa seorang teman yang baik adalah teman yang mau menemani kita ke toilet, menggandeng tangan kita sepanjang koridor menuju kelas, membagi makan siangnya dengan kita ketika kita lupa membawanya.

Di sekolah lanjutan pertama, kita punya ide kalau seorang teman yang baik adalah teman yang mau menyontekkan PR-nya pada kita, pergi bersama ke pesta dan menemanikitamakan siang.

Di SMA, kita merasa kalau seorang teman yang baik adalah teman yang mengajak kita mengendarai mobil barunya, meyakinkan orang tua kita kalau kita boleh pulang malam sedikit, mau mendengar kisah sedih saat kita putus dari pacar,

Di masa berikutnya, kita melihat kalau seorang teman yang baik adalah teman yang selalu ada terutama di saat-saat sulit kita, membuat kita merasa aman melalui masa-masa seperti apapun, meyakinkan kita kalau kita akan lulus dalam ujian sidang sarjana kita.

Dan seiring berjalannya waktu kehidupan, kita menemukan kalau seorang teman yang baik adalah teman yang selalu memberi kita dua pilihan yang baik, merangkul kita ketika kita menghadapi masalah yang menakutkan, membantu kita bertahan menghadapi orang-orang yang hanya mau mengambil keuntungan dari kita, menegur ketika kita melalaikan sesuatu, mengingatkan ketika kita lupa, membantu meningkatkan percaya diri kita, menolong kita untuk menjadi seseorang yang lebih baik, dan terlebih lagi... menerima diri kita apa adanya...

Thanks for being my friend...
A lot of little heart to my frenzzz!!!
Friends are like balloons; once you let them go, you can't get them back.
So I'm gonna tie you to my heart so I never lose you.

Harga Sebuah Harapan

Danielle duduk sambil mendesah, perasaannya galau dan sangat letih. Pengalaman hari itu membuatnya frustrasi. Hanya dengan empat puluh dollar di dalam dompet, dia dengan putus asa berusaha mencari bank yang mau memberikan uang terhadap pembayaran berbentuk cek yang ada di tangannya.
Dia tinggal di kota kecil, dan tidak terdaftar di salah satu bank di sana - dan bank tampaknya tidak memiliki niatan untuk membantu. Selama dua minggu dia berusaha dan berusaha - tapi tampaknya tidak berguna. Dengan uang tunai yang berkurang dengan cepat, dia tidak memiliki lagi sumber keuangan yang lain. Bagaimana dia bisa terus menopang hidupnya sendiri beserta kedua anaknya? Dia hanya berpikir berapa lama lagi dia dan kedua anaknya dapat bertahan dengan uang yang tersisa.

Untuk melepaskan diri dari segala beban yang sedang ditanggungnya, Danielle memutuskan untuk mengikuti pertemuan di Pusat Dukungan Wanita yang ada di kota kecil itu. Para wanita yang ada di pertemuan itu telah banyak memberi semangat hidup padanya saat dia lari dari rumah untuk menyelamatkan diri. Pikirannya mengembara kemana-mana saat dia duduk di ruang pertemuan. Dengan keputusasaan yang dalam, dia ingin agar dapat memperoleh harapan dan semangat yang baru sehingga bisa menjalani hidup sebagai orang tua tunggal.
"Selamat siang semuanya," terdengar suara yang membuyarkan lamunan Danielle. Itu adalah pemimpin kelompok wanita itu. "Apakah ada yang mau mulai?"

Duduk di samping Danielle, Amy membersihkan tenggorokannya. "Saya," katanya. Amy mulai menceritakan secara terperinci keadaan hidupnya yang sangat menyedihkan. Dia mulai dari masalah pribadi yang berat dengan suaminya dan baru beberapa hari kehilangan rumah dan mobilnya. Telepon dan aliran listrik terancam akan diputus. Suaminya telah menghabiskan seluruh uangnya untuk judi. Dia juga tengah berjuang untuk melepaskan diri dari kecanduan obat-obatan. Hubungan dengan suaminya memburuk sampai pada tahap mengancam keselamatan dirinya. Uang terakhir yang ada sudah dibelanjakan membeli makanan untuk anaknya dan pempers untuk bayinya. Tidak ada lagi yang tersisa. Sama sekali tidak ada.

Saat Amy meneruskan penjelasannya, Danielle mendengar bisikan Tuhan di dalam hatinya. "Setelah pertemuan selesai, berikan dua puluh dollar pada Amy." Tapi Danielle langsung berpikir, "Tapi saya tidak bisa. Saya hanya punya empat puluh dollar satu-satunya." Kembali dia mendengar perintah itu, bahkan lebih jelas.

Danielle tahu bahwa dia harus taat. Saat selesai pertemuan, dia mengambil dompet dan perlahan menarik uang dua puluh dollar untuk Amy. Karena mengetahui keadaan Danielle, awalnya Amy enggan untuk menerima pemberian itu. Tetapi saat para wanita lain berdatangan memberi Amy pelukan dan dukungan, Danielle berkata padanya bahwa Tuhan menginginkan hal itu dilakukanya. Kemudian Danielle keluar.

Saat Danielle membuka pintu mobil, dia mendengar namanya dipanggil. Dia menoleh saat Amy melangkah ke arahnya, Air mata mengalir di pipi saat Amy berkata, "Bagaimana kamu bisa tahu?" tanyanya. Air mata itu semakin deras saat Amy mengambil dompetnya. Dari dalam dia menggeluarkan selembar kertas kuning botol obat. "Saya mengambilnya kemarin." Dia menunjukkan kalimat di barisan bawahnya. "Saya penderita diabetes yang bergantung dengan obat. Saya perlu obat ini setiap hari sepanjang hidup. Sampai tadi pagi saya tidak tahu bagaimana saya bisa membeli obat ini lagi untuk menyambung hidup." Air matanya kembali mengalir saat dia menunjukkan bahwa obat itu harganya tepat dua puluh dollar!.

Itu adalah saat dimana Danielle merasa diperbaharui semangatnya dengan harapan dan kedamaian. Dia berkata pada Amy, bahwa dia tidak tahu kalau Amy memerlukan obat diabetes itu; tetapi Tuhan tahu. Saat dia melihat bahwa masalah Amy jauh lebih besar daripada yang dihadapinya, Tuhan memperlihatkan bahwa Ia mampu menolongnya menuntun setiap langkah dan memenuhi setiap kebutuhan hidupnya sehingga bisa melewatinya, satu langkah setiap saat. Kata-kata penghiburan dan penguatan yang diucapkan Danielle kepada Amy sebetulnya adalah kata-kata untuknya sendiri.
Sekarang, hanya dengan dua puluh dollar di dalam dompet, dia mencoba sekali lagi untuk menukarkan ceknya dengan uang tunai di beberapa bank dalam perjalanan pulang. Saat dia mengantisipasai terhadap kemungkinan penolakan yang telah dihadapi dibeberapa bank sebelumnya, hatinya sekarang sudah penuh dengan rasa percaya diri dan semangat yang baru. Dengan harapan di tangan, dia masuk ke bank yang ada di dekat kantor Pusat Dukungan Wanita. Tak berapa lama, bank itu memberikan sejumlah uang membayarkan cek yang dia sodorkan tanpa banyak bertanya!

Dengan wajah berseri-seri Danielle pulang. Saat tahu bahwa hari-hari yang penuh kepastian akan perubahan pasti tiba, dia menemukan harapan baru yang menyala-nyala. Dia tidak pernah bertemu Amy lagi, tetapi dia percaya bahwa Tuhan pasti menjaga kehidupannya Amy beserta kedua anaknya - seperti halnya dia juga merasa yakin bahwa Tuhan menjaga hidupnya dan kedua anaknya sendiri.

Tiga tahun berlalu, saat Danielle menyadari bahwa harapan yang sebenarnya tidak ditentukan oleh banyaknya uang. Dia terus berterima kasih karena Tuhan mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya, sehari demi sehari - lebih dari dua puluh dollar yang pernah tersisa di dalam dompetnya.

Sumber: www.jawaban.com